Bupati Ciamis Segera Dipanggil Kejari
Laporan: Redaksi

Ilustrasi
CIAMIS, (Tubas) – Setelah sederet nama pejabat Ciamis dipanggil Kejaksaan Negeri (Kejari) Ciamis dalam penanganan dugaan kasus suap dan percaloan anggaran Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Dinsosnakertrans) Kabupaten Ciamis, penyidik Kejari Ciamis akhirnya memastikan akan memanggil Bupati Ciamis, H. Engkon Komara untuk dimintai keterangan.
Kejari sedang mempersiapkan surat ijin pemanggilan Bupati H. Engkon Komara sebagai saksi. Pemanggilan itu karena sejumlah pejabat Ciamis yang sebelumnya telah diperiksa menyebut-nyebut nama Engkon Komara yang juga hadir dalam pertemuan di Hotel Grand Aquila Bandung, bersama tim dari Jakarta.
Pertemuan di Grand Aquila inilah yang diduga menjadi awal mula cerita kasus suap percaloan anggaran bergulir. “Bupati juga pasti akan kita panggil. Tetapi untuk memanggil bupati, ada mekanisme yang harus kita tempuh lebih dulu, antara lain surat ijin pemanggilan dari Presiden. Itu sudah kita siapkan dan dalam waktu dekat akan kita kirim ke Jakarta,” kata Kepala Seksi Pidana Khusus (Kasi Pidsus) Heri Somantri, SH didampingi Jaksa Asep Sohtani, SH, pekan lalu.
Sambil memproses ijin pemanggilan terhadap bupati, Kejari melakukan pengembangan dengan memanggil sejumlah saksi lain. Kejari akan memanggil kembali Elan Jakalalana untuk pemeriksaan kedua dengan materi pertanyaan yang berbeda.
Angket
DPRD Ciamis didesak untuk mengeluarkan hak angket kasus dugaan penyuapan dan grativikasi proyek Penguatan Infrastruktur dan Prasarana Daerah (PIPD) yang melibatkan mantan Kepala Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Dede Lukman. Munculnya kasus tersebut dinilai akibat kesalahan kebijakan Pemkab Ciamis.
Hal Itu terungkap dalam audiensi Aktivis Insan Pencerahan Masyarakat (INPAM) dengan anggota DPRD Ciamis, pekan lalu. Pada audiensi tersebut tidak satu pun pejabat Ciamis yang hadir. Bahkan dari 50 anggota DPRD Ciamis, yang menerima audiensi hanya 6 orang.
Direktur Inpam Endin Lidinilah mengungkapkan DPRD Ciamis harus secepatnya mengeluarkan hak angket terhadap dugaan tindak pidana penyuapan dengan gratifikasi sesuai UU No.27 tahun 2009. “DPRD bisa mengeluarkan hak angket karena telah terjadi kesalahan kebijakan sehingga menimbulkan dugaan pelanggaran hukum,” terangnya.
Menurut Endin, seharusnya Dinsosnakertrans yang saat itu dipimpin Dede Lukman tidak mengurusi masalah program infrastruktur karena ada dinas yang lebih berwenang. Tapi dalam kenyataannya, bupati memerintahkan Kadinsosnakertrans untuk mengajukan PIPD yang digulirkan Kemenkeu RI.
“Perintah Bupati sudah menyalahi tugas dan fungsi dinas,” katanya. Oleh karena itu, Endin menegaskan agar tidak terulang kembali kejadian serupa dan memperjelas masalah kebijakan Pemkab Ciamis terkait PIPD, DPRD harus melaksanakan fungsi kontrolnya melalui hak angket. “Masalah hukum, kita serahkan sepenuhnya kepada kejaksaan. Tapi terkait kebijakan Pemkab, itu tugas lembaga DPRD,” terangnya. (mamay)