BI Lakukan Stress Test Terhadap Sistem Keuangan Guna Hadapi Tantangan

Loading

120115-ekbis2

JAKARTA, (tubasmedia.com) – Sama seperti Bank sentral di banyak negara, Bank Indonesia (BI) juga melakukan general check-up dan stress test secara reguler untuk mengetahui daya tahan sistem keuangan dalam menghadapi krisis.

Penilaian risiko yang dilakukan antara lain berupa asesmen dampak risiko baik yang berasal dari dalam maupun di luar sistem keuangan terhadap elemen lain di sistem keuangan. Penilaian risiko lebih lanjut juga dilakukan atas rambatannya terhadap dan sektor riil atau yang lebih dikenal dengan feedback loop.

Untuk saat ini, penilaian risiko tersebut dilakukan dengan fokus utama pada sektor perbankan serta pada sektor korporasi yang memiliki interkoneksi tinggi dengan sektor perbankan. Dalam penilaian risiko, dilakukan melalui penentuan stress scenario untuk melihat reaksi dari sektor perbankan, korporasi dan interaksi antar keduanya.

Deputi Gubernur Bank Indonesia, Halim Alamsyah menjelaskan bahwa kedepan, perekonomian dan sistem keuangan Indonesia akan dihadapkan oleh empat risiko utama. “Pertama, normalisasi kebijakan moneter AS. Kedua, potensi risiko likuiditas yang masih tinggi. Ketiga, berlanjutnya penurunan harga-harga komoditas. Dan terakhir adalah meningkatnya kerawanan eksternal akibat kembali naiknya rasio utang luar negeri,” jelas Halim, Senin (12/1/15).

Melihat tantangan tersebut, Bank Indonesia menyusun stress scenario secara komprehensif baik dari sisi suku bunga, nilai tukar dan variabel makro lainnya. Secara lebih lanjut, Bank Indonesia juga melakukan pengukuran stress scenario likuiditas dan interbank secara seksama.

Exchange rate stress-test ditujukan untuk memperkirakan dampak perubahan nilai tukar terhadap modal bank dan kinerja korporasi. Interest rate stress-test mengestimasi dampak perubahan suku bunga terhadap perbankan, khususnya saat Fed melakukan normalisasi kebijakannya. Perhitungan macro stress-test lainnya dimaksudkan menganalisa dampak dari guncangan variabel makroekonomi terhadap kinerja sektor perbankan secara lebih utuh.

Bank Indonesia juga makin memperkuat credit risk stress test dengan mempertimbangkan pemburukan kinerja korporasi berbasis komoditas menyusul tren perlambatan harga komoditas global.

Sementara itu, liquidity stress-test digunakan untuk menghitung kemampuan alat likuid bank atau korporasi dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya terutama jika ada kebutuhan likuiditas dalam jumlah besar dari korporasi yang memiliki eksposur komoditas yang besar. Hal tersebut juga dilengkapi dengan interbank stress-test untuk mengetahui potensi kegagalan bank dalam memenuhi kewajiban antar bank.

Secara umum, perhitungan stress test menggunakan dua pendekatan yaitu bottom-up dan top-down. Bottom-up stress-test bertujuan untuk menilai ketahanan industri perbankan atau korporasi yang didapatkan dengan menggabungkan ketahanan individu institusi keuangan atau korporasi dalam merespon guncangan yang terjadi sehingga diperoleh dampak secara agregat. Mayoritas perhitungan stress-test menggunakan metode bottom-up dilakukan secara parsial, dan terintegrasi.

Selain itu, pada metode ini juga menggunakan model yang berbeda untuk setiap individual mengingat bank atau korporasi mengadopsi business model yang berbeda-beda misalnya korporasi dengan net kewajiban valas akan mengalami kerugian pada saat terjadi depresiasi nilai tukar, dan sebaliknya korporasi yang memiliki net aset valas akan mengalami keuntungan.

Di sisi lain, top-down stress-test dilakukan untuk melihat kerentanan industri perbankan atau korporasi secara agregat yang dapat mengganggu stabilitas sistem keuangan. Berbeda dengan bottom-up stress-test yang menggunakan data dan model internal, top-down stress-test dilakukan oleh otoritas dan dihitung dengan menggunakan asumsi, model, dan perlakuan yang sama untuk semua bank atau korporasi.

“Saat ini, Bank Indonesia telah secara rutin melakukan top-down stress-test bagi keseluruhan bank umum dengan menggunakan balance sheet approach terhadap tiga risiko utama bank, baik secara parsial maupun terintegrasi. Selain itu, metode top-down juga digunakan dalam perhitungan macro stress-test,” tutup Halim. (angga)

CATEGORIES
TAGS