Site icon TubasMedia.com

Bendahara

Loading

Oleh: Edi Siswojo

Ilustrasi

Ilustrasi

KALAU mata anda suka berubah sendiri menjadi “hijau” kalau melihat uang, maka jabatan yang cocok jadi bendahara. Bendahara apa saja, bendahara Rukun Tetangga (RT) atau bendahara arisan di kampung. Apalagi bendahara partai politik di Indonesia, mata anda bisa-bisa tak lagi berwarna hitam putih.

Mau jadi bendahara? Bisa, kalau anda termasuk golongan manusia Indonesia yang istimewa. Soalnya, jadi bendahara itu penuh risiko. Kalau anda bekerja normal, lurus dan gak neko-neko bersiap-siaplah mendapat sanjungan. Tapi, sedikit saja anda menyelewengkan uang kepercayaan, orang akan berteriak dengan menyebut nama-nama binatang yang ada di kebun binatang. Mungkin anda disebut “kadal” atau “buaya” tergantung sedikit banyak uang yang anda masukkan ke dalam kantong pribadi.

Saat anda jadi “kadal” mungkin masih bisa lolos dari kejaran hukum, pemberitaan pers bahkan bebas ke luar masuk kampung. Tapi, kalau anda jadi “buaya” tidak bisa lagi, aparat kemanan, pers dan orang-orang kampung akan mengejar-negejar. Bendahara umum Partai Demokrat M. Nazarudin yang dipecat karena diduga melakukan penyuapan dan korupsi disebut apa ya. Entahlah, yang pasti, polisi dan pers terus mengejar-ngejarnya.

Umunya, masyarakat senang kalau koruptor ditangkap, diadili dan diberitakan media massa. Orang berebut membeli koran dan majalah, berdesak-desakan duduk di depan layar kaca. Tapi, khalayak itu kini kecewa dengan pernyataan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum mengatakan telah tutup buku dengan M. Nazarudin dan menyerahkannya kasusnya kepada negara.

Sementara kalangan di masyarakat menilai pernyataan itu sebagai cuci tangan. Ada juga yang menyebutnya sebagai lempar handuk putih alias menyerah. Jangan begitu, donk! Partai Demokrat harus bertanggung secara moral dan politik terhadap kaburnya M. Nazarudin dan suara bising “nyanyiannya”.

Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) juga jangan hanya–telah tiga kali–menghimbau “M. Nzarudin kembalilah ke Indonesia”. Sebagai presiden, SBY harus bertindak tegas dengan langkah kongkret menyelesaikan kasus M. Nazarudin termasuk “nyanyiannya” yang mendendangkan penyelewengan uang rakyat.

Tentu, pembaca koran dan majalah, penonton televisi dan pendengar radio hatinya sedang berkecamuk dengan perasaan masing-masing. Ada yang tidak tahan dan mengumpat “mbelgedes” atau “sialan”. Meski dikenal pemaaf, rakyat pemilih merupakan kekuatan luar biasa untuk melakukan perubahan melalui Pemilu ! ***

Exit mobile version