Belum Utuh Sebagai NKRI
Oleh: Fauzi Azis

Ilustrasi
BERDASARKAN UUD 1945, Indonesia dinyatakan sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), meski pun di antara sesama warga negaranya satu sama lain berbeda suku, adat istiadat dan multi etnis. Visi para pendiri bangsa ini boleh dibilang sangat luar biasa.
Dengan semangat persatuan dan kesatuan, kebhinekaan itu diakui sebagai realitas yang harus dijunjung tinggi keberadaannya, tetapi pada saat yang sama kebhinekaan tersebut harus dapat difahami sebagai sumber kekuatan sebuah bangsa. Ini yang harus kita fahami bersama secara mendalam oleh kita semua sebagai sebuah bangsa.
Realitasnya memang begitu adanya bahwa kebinekaan itu ada dan eksis hingga sekarang. Dan manakala kita berkehendak untuk menjadi bangsa dan negara yang besar dan digdaya, diperlukan adanya rasa persatuan dan kesatuan yang kuat dan kokoh dalam bingkai NKRI. de jure dan de facto kita ini tanpa kecuali, dari Nangroe Aceh Darusalam sampai Papua terikat secara hukum, moral dan spiritual dalam koridor NKRI terbut.
Kita semua wajib memastikan posisi itu dan yakin bahwa hanya dengan menegakkan sikap yang utuh dan bulat, persatuan dan kesatuan adalah modalitas untuk dapat membangun kekuatan bersaing sebagai sebuah negara dan bangsa dalam bingkai NKRI. Dalam lingkup yang lebih kecil (mikro), kobaran semangat persatuan dan kesatuan akan selalu melahirkan semangat rasa senasib sepenanggungan dan mendorong semangat untuk selalu bekerjasama dan bekerja bersama guna mencapai sebuah tujuan.
Yang lebih penting lagi adalah tercipta rasa ikut memilikinya menjadi tumbuh semakin kuat yang pada gilirannya dapat melahirkan semangat pembelaan tanpa pamrih karena pada dirinya terpartri kredo kehidupan bahwa hidup dan matiku adalah demi nusa dan bangsa, demi merah putih, bukan untuk yang lain-lain.
Yang menjadi persoalan dan menjadi keprihatinan kita bersama semangat untuk menjaga rasa persatuan dan kesatuan bangsa terusik dan mengusik sanubari hampir sebagian masyarakat Indonesia. Berbagai peristiwa politik dan peristiwa sosial yang terjadi di mana-mana sepertinya dapat berpotensi merusak tatanan nilai persatuan dan kesatuan bangsa ini.
Pertikaian politik kita saksikan saban waktu. Perbedaan pendapat dieksploitir sebagai bentuk perlawanan. Gosip politik dijadikan alat untuk menjatuhkan lawan politik dan sepertinya tidak pernah disadari oleh para elit politiknya bahwa sejatinya rakyat tidak menyukainya dengan cara-cara berpolitik seperti itu.
Kalau rakyat ditanya, maka secara jujur pasti mereka akan menjawabnya dengan satu jawaban, yaitu muak dan menjijikkan. Sebagai orang awam tentu menjadi berfikir dan boleh jadi menjadi bersikap spikulatif hendak dibawa kemana negeri ini, apakah kita semua percaya bahwa negeri ini tetap sebagai negara kesatuan atau sedang direncanakan untuk dijadikan menjadi sebuah negara dalam bentuknya yang lain.
Maaf, pikiran ini menjadi sangat spikulatif, tapi kalau diamati apa yang terjadi di masyarakat, sepertinya kondisi yang terjadi akhir-akhir ini dan sudah berlangsung cukup lama, pikiran semacam itu menjadi benar adanya. Kita sudah menyatakan untuk menjadi bagian dari Masyarakat Ekonomi Asean (Asean Union) mulai tahun 2015, yang berarti secara sadar mengakui bahwa kalau Asean mau menjadi bangsa yang unggul dipersaingan global, persatuan dan kesatuan antar sesama negara Asean menjadi diperlukan.
Indonesia sendiri sebagai negara yang berdaulat juga harus memiliki semangat yang sama karena persatuan dan kesatuan adalah modalitas utamanya, bukan malah dirapuhkan. Dalam konteks yang demikian, maka faktor tata kelola negara dan pemerintahan menjadi sangat penting. Tata kelola yang memiliki daya mampu yang tinggi untuk memanajemeni sistem politik, sistem ekonomi, sistem sosial budaya dan sistem hankam rata.
Tata kelola yang mampu mengkonsolidasikan seluruh unsur sistem tadi ke dalam satu sistem nasional sebagai sebuah kekuatan bangsa dan negara. Sistem politik yang dibangun jangan terus-terusan dipakai sebagai laboratorium tempat pengujian sistem demokrasi dan desentraliasi yang sudah disepakati dan diwujudkan oleh bangsa ini selama satu dasawarsa.
Sistem demokrasi dan desenentralisasi dalam bingkai NKRI harus berjalan di atas rel yang akan membawa bangsa ini menjadi sejahtera dan makmur. Oleh sebab itu, proses konsolidasi politik nasional adalah pilihan tunggal yang harus diwujudkan. Membangun platform politik nasional menjadi perlu dan penting untuk disepakati.
Termasuk di dalamnya platform politik ekonomi bangsa, paltform politik kebudayaan dan paltform politik luar negeri. Saat ini semuanya itu hampir tidak jelas atau bahkan bisa dikatakan tidak ada. Berbagai pihak semua mengharapkan agar kehidupan berbangsa dan bernegara di negeri ini tetap berada dalam bingkai NKRI berlandaskan kepada pancasila, UUD 1945 dan bhineka tunggal ika.
Tapi realitasnya belum tentu seperti itu karena fragmentasi kehidupan berbangsa dan bernegara di negeri ini sangat kasat mata bisa dilihat dan dirasakan. Rasanya kita belum merasa utuh hidup dalam bingkai NKRI, mudah-mudahan ini hanya sekedar ilusi, tapi sebagai warga negara tetap mengharapkan agar NKRI menjadi benteng atau kalau boleh disebut sebagai sebuah korporasi yang mampu menciptakan nilai tambah yang tinggi dan berkualitas bagi kehidupan kita bersama yang senantiasa selalu mendambakan kesejahteraan dan kemakmuran bersama. ***