Aneh bin Ajaib
Oleh: Edi Siswoyo

ilustrasi
MAHKAMAH Konstitusi (MK) telah memutuskan pembatalan Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 2014 tentang penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 1 Tahun 2013 tentang MK. Dalam pertimbangan hukumnya, MK berpendapat UU No. 4/2014 tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Keputusan itu benar–benar aneh bin ajaib. Mengapa?
Saya kaget dan merasa aneh ketika mendengar dan membaca keputusan MK tersebut. Dugaan saya ada konflik kepentingan–seperti bunyi iklan “jeruk makan jeruk”–di dalam tubuh MK saat melakukan uji materi UU No.4/2014. Boleh jadi saat bersidang majelis hakim MK berpendirian tidak mungkin seorang (hakim) mengadili perkaran (kepentingannya) sendiri.
Tampaknya MK juga lebih mengutamakan pertimbangan tekstual daripada kontekstualnya. Lihat–baca–tekstual pada UUD 1945 Pasal 24C Ayat 3 yang memberikan kewenangan kepada pemerintah, DPR dan Mahkamah Agung untuk mengajukan calon hakim konstitusi. Sedang kontekstualnya, harapan masyarakat yang menghendaki pulihnya kepercaaayan publik yang ambruk paska penangkapan Ketua MK Akil Mochtar oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 17 Oktober 2013 karena diduga melakukan tindak pidana korupsi.
Fakta lain menunjukkan hakim konstitusi yang juga Ketua MK Akil Mochtar berasal dari parpol (Partai Golkar) dan diusulkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Begitu juga hakim konstitusi Patrialis Akbar dari parpol (Partai Amanat Nasional) yang diusulkan pemerintah, Keputusan Presiden (keppres) pengangkatannya telah dibatalkan oleh Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta.
UU No. 4/2014 tentang penetapan Perpu No. 1/ 2013 merupakan upaya pemerintah dan DPR memenuhi harapan dan kehendak masyarakat untuk memulihkan kepercayaan publik terhadap MK yang telah ambruk karena kasus korupsi Ketua MK Akil Mochtar. Upaya tersebut dilakukan melalui perubahan mengenai penambahan syarat calon hakim konstitusi dari parpol yang harus sudah mengundurkan diri tujuh tahun, mekanisme pemilihan hakim konstitusi melalui panel ahli dan pembentukan majelis kehormatan hakim konstitusi.
Dengan keputusan aneh bin ajaib MK yang membatalkan UU No.4/2014 berarti belum terjadi perubahan. Harapan dan kehendak masyarakat mengembalikan kepercayaan publik terhadap MK telah kandas. MK belum mau berubah. Namun demikian, perubahan masih bisa dilakukan melalui revisi UU tentang MK yang sesuai UUD 1945 dan relevan dengan realitas perkembangan harapan,kehendak dan kebutuhan masyarakat. Tantangan kita bersama! ***