Aksi Korporasi Industri
Oleh: Fauzi Aziz
PERENCANAAN dan kebijakan industri kita anggap “selesai”. Sekarang waktunya melakukan aksi korporasi industri yang harus digerakkan. Tanpa ada aksi korporasi, industrialisasi akan mandeg dan tidak akan pernah tumbuh sebagai kekuatan ekonomi. Kapitalisasi aset industri tidak akan pernah ada karena tidak ada yang menggerakkan.
IKM (Industri Kecil dan Menengah) dan IB (Industri Besar) adalah ukuran skala usaha. Sama dengan ukuran baju S,M,L dan sebagainya. Setiap ukuran tersebut harus ada aktor pemainnya atau penggunanya. Dan saat itu proses kapitalisasi dimulai, baik kapitalisasi nilai aset maupun nilai pasar. Jadi industrialisasi memerlukan aktor utama yang mampu melakukan aksi korporasi.
Berarti memerlukan wirausahawan dalam jumlah banyak agar mampu menjalankan aksi korporasi setiap saat. Ini makna paling membumi ketika industrialisasi akan dijalankan. Modal dan teknologi adalah alat bantu agar aksi korporasi berjalan.Tugas pemerintah adalah memberikan dukungan afirmasi secara maksimal sesuai dengan sumber daya yang dikuasai oleh pemerintah.
Sebab itu, kalau aksi korporasinya dilakukan oleh perusahaan asing, tidak salah, tetapi tidak tepat. Dan kalau sepenuhnya diberikan kepada aksi korporasi asing, arahnya menjadi “melenceng” sehingga dapat “digugat” karena dianggap inskonstitusional. Harusnya aksi korporasi asing adalah “pelengkap”. Yang utama adalah aksi korporasi industri harusnya dilakukan wirausaha nasional.
Selama ini kita terbelenggu ke dalam sistem perencanaan yang berlapis-lapis dan sistem APBN yang menghabiskan waktu banyak sehingga kehabisan waktu untuk memfasilitasi menciptakan aksi korporasi. Seakan aksi korporasi akan terjadi dengan sendiri karena pemerintah sangat percaya diri bahwa aksi korporasi asing yang membawa modal dan teknologi yang mampu membangun industri di Indonesia.
Padahal konsep industrilisasi secara esensial adalah membangun Masyarakat Industri Nasional (MIN) agar mampu menjadi penggerak utama pembangunan industri nasional. Pemahaman ini yang benar dan tepat. Itulah mengapa ITB, ITS, IPB, UI, UGM dan lainnya didirikan, termasuk BAPINDO agar bangsa Indonesia mampu menjadi industriawan dan menjadi pelaku bisnis di bidang industri.
Dan mereka adalah yang mempunyai kompentensi untuk melakukan aksi korporasi industri. Salah kaprah dan salah arah ini harus diluruskan. Aturan tentang pemberdayaan industri yang diamanatkan dalam Undang-undang nomor 3 tahun 2014 bab VIII mengandung makna yang tersurat dan tersirat bahwa pemberdayaan industri berdimensi dua, yakni pemberdayaan sektornya dan pelaku usahanya.
Si pelaku usaha inilah yang perlu dukungan afirmasi pemerintah, baik pusat maupun daerah. Salah satu bentuk afirmasi yang dapat dilakukan pemerintah adalah menyelenggarakan “BURSA INDUSTRI” yang dikelola Kemenperin. Bursa ini bisa digelar secara fisik maupun online. Bursa ini dibentuk untuk menawarkan profil-profil industri yang sangat prospektif dapat dibangun di berbagai daerah dalam berbagai skala usaha.
Profil dan prospektus tersebut dibuat masing-masing Ditjen di lingkungan Kemenperin. Para calon pengembangnya diundang di bursa tersebut yang secara potensial mempunyai rencana melakukan aksi korporasi industri. Bursa ini belum ada dan kita harapkan tahun 2017 bisa diresmikan presiden.
Bursa ini dapat menjadi ajang bagi para lulusan progam inkubator yang akan memulai usaha baru di bidang industri sebagai star-up company. Diundang hadir perusahaan di bidang pembiayaan investasi atau para investor/kreditor, apakah perorangan maupun institusi untuk ikut mendanai proyek-proyek industri yang sangat prospektif.
Penulis mendorong Menteri Perindustrian melakukan langkah besar ini dengan membentuk BURSA INDUSTRI. Bentuk satuan kerja khusus yang mengelola bursa tersebut dengan membentuk Badan Layanan Umum (BLU) agar penanganannya profesional. Pembentukan Bursa Industri adalah legacy bagi Kemenperin dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya membina dan mengembangkan industri. (penulis adalah pemerhati masalah eko nomi dan industri).