Oleh: Sabar Hutasoit
IDE Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly untuk membebaskan narapidana koruptor dari penjara dengan alasan mencegah penularan virus corona, menuai banyak kritikan.
Bahkan ada yang mendesak agar Presiden Jokowi menolak usul yang aneh tersebut karena selain menyakiti hati banyak rakyat, rasanya usul yang konyol itu tidak memiliki kekuatan hukum yang kuat.
Pasalnya, jika hanya sekedar untuk mencegah penularan virus corona, kenapa narapidana koruptor yang dipilih bebas yang katanya berjumlah 300 orang.
Memang benar, sesuai data, ruang tahanan atau sel atau penjara sudah padat dan penuh sesak. Tapi yakinkah pembaca, kalau ke-300 narapidana koruptor termasuk diantara narapidana yang ikut berdesakan di dalam kamar tahanan.
Atau mungkinkah ke-300 narapidana koruptor itu disatukan dengan para narapidana pencuri sendal jepit atau pencuri ayam atau dengan para penjahata yang terlibat dengan tindak pidana ringan? Jawabnya tegas.
Sudah dapat dipastikan para narapidana koruptor itu diberi kamar seorang satu lengkap dengan fasilitas layaknya kamar tidur di rumah sendiri. Alih-alih ruang tahanan para narapidana koruptor itu dilengkapi dengan alat pendingin ruangan (AC) lengkap dengan toilet duduk bukan toilet jongkok ditambah lagi dengan kasus empuk.
Nah, kalau demikian adanya kenapa dong sang menteri Yasonna memilih ke-300 narapidana koruptor itu yang akan dibebaskan ?
Harusnya, untuk mencegah himpit-himpitan sesuai anjuran pemerintah agar jaga jarak antar sesama, para penghuni lapas (lembaga pemasayarakatan) yang di barak itulah yang pas untuk dibebaskan, bukan narapidan koruptor yang dengan enak menikmati segudang fasilitas di kamar selnya.
Para narapidana koruptor itu, tidak mungkin bersinggungan dengan temannya pada saat tidur. Malah mereka dengan nikmatnya bak di rumah sendiri. Bedanya hanya satu tidak tidur bersama istrinya kalau fasiltas lain sudah pasti tersedia.
Maka itu aneh, jika harus mereka yang harus dibebaskan sehinga kita layak jika bertanya kepada Yasonna apa alasannya. Dasar hukumnya apa membebaskan para narapidana koruptor tersebut.
Sekali lagi, sudah dapat dipastikan para narapidana koruptor itu tidak berhimpitan, beda dengan penghuni barak yang kalau tidur-pun harus bergantian sekali empat jam karena sempitnya. Orang-orang inilah yang pas ntuk dikeluarkan.
Dan sebenarnya, jika harus dikeluarkan hanya untuk mengatasi sebuah kondisi, namanya tidak pas kalau dibebaskan. Mungkin lebih tepat cuti selama wabah virus corona belum pulih. Jadi statusnya tetap terpidana dan wajib menjalani hukumannya kembali jika wabah virus corona sudah pulih. Jadi sebutannya bukan dibebaskan, tapi cuti walau cuti inipun tidak langsung bisa diterima akal sehat.
Yang mau dibebaskan itu para koruptor loh kawan. Musuh negara, musuh manusia, penjahat negara, perampok uang rakyat dan tidak satu-pun negara di muka bumi ini membenarkan tindakan koruptor. Nah, yang begini-ini yang mau dibebaskan seorang menteri di Indonesia. Tapi lucunya, KPK dan Fraksi PDIP setuju atas usul sang menteri. Aneh…. (penulis, seorang wartawan tinggal di Jakarta)